Friday, 6 November 2015

Arsitektur E-Business Perusahaan Lokal

Dalam menerapkan konsep e-business, peranan aplikasi sangatlah penting. Ada dua model arsitektur e-business yaitu ; Model Sequential yaitu Model arsitektur yang mengembangkan aplikasi berdasarkan fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan. Untuk mengintegrasikan fungsi fungsi tersebut diperlukan interface agar output dari aplikasi dapat dibaca oleh aplikasi lain. Model Synchronous yaitu Aplikasi besar yang akan mensikronisasi mekanisme IPO masing-masing unit dengan cara memusatkan data dan proses pada sebuat titik. Contoh: Aplikasi ERP(Enterprise Resource Planning) . Salah satu kelemahan konsep arsitektur sekuensial yang cukup mendasar adalah aspek kecepatan dan reliabilitas. Untuk mengatasi permasalahan kecepatan dan reliabilitas digunakan konsep arsitektur sinkronisasi Melalui berbagai kajian terhadap perkembangan e-business paling tidak terdapat 10 terdapat 10 prospek e-business di Indonesia yaitu : E-business Type Perkembangan pemakaian alat-alat elektronik dan digital sebagai medium komunikasi dan relasi bisnis jauh lebih cepat dibanding dengan cara transaksi jual beli. Community Lebih mudah menciptakan kebutuhan (demand creation) kepada generasi muda dibanding dengan mengubah pola hidup generasi tua Content Adanya internet yang paling banyak memperoleh keuntungan adalah perusahaan bukan end user. Technology Device Teknologi berbasis PC akan bergeser ke teknologi digital ditambah microprosessor seperti PDA Access Channels Berkembangnya teknologi informasi semacan internet dan website menawarkanperusahaan yang berminat mengimplementasikan kanal akses tersebut Regulation E-business berkaitan erat dengan aktifitas pencarian laba finansial maka pemerintah akan mengikuti negara-negara maju dalam menerapkan regulasi e-business yang kondusif. Organization Faktor budaya, pendidikan, sosial dan perilaku dalam organisasi memegang peranan penting dalam menentukan sukses tidaknya sosialisasi penggunaan teknologi informasi Change Strategy Perusahaan di negara berkembang lebih memilih metode evolusi dibanding revolusi dalam mengimplementasikan e-busines Business Process Perusahaan yang sukses diraih oleh perusahaan yang mampu mengawinkan konsep tradisional physical value chain dengan virtual value chain. System Approach e-business baru dapat berkembang jika komponen lain dalam lingkungan sistem e-business turut tumbuh dan berkembang secara serentak

Arsitektur E-Business Perusahaan Internasional

Kebanyakan perusahaan di masa lalu biasanya mengembangkan aplikasi berdasarkan fungsi-fungsi yang ada di perusahaan (berbasis struktur organisasi yang dianut). Contohnya adalah aplikasi keuangan, aplikasi pemasaran, aplikasi sumber daya manusia, aplikasi pengadaan, aplikasi manufaktur, dan lain sebagainya. Ketika perusahaan hendak mengintegrasikan berbagai aplikasi ini untuk mengimplementasikan konsep e-business, yang biasa dilakukan oleh manajemen adalah menghubungkan satu aplikasi dengan lainnya sesuai dengan urut-urutan proses. Karena masing-masing aplikasi pada mulanya dibangun sendiri-sendiri, maka untuk menghubungkannya biasanya dikembangkan beberapa program antarmuka (interface) agar output dari sebuah aplikasi dapat dibaca sebagai input dari aplikasi lainnya. Konsep arsitektur sekuensial semacam ini memiliki kelemahan mendasar, yaitu pada aspek kecepatan dan reliabilitas. Proses transformasi pada modul interface jelas membutuhkan waktu tersendiri sehingga semakin banyak dibutuhkan modul interface pada sebuah rangkaian proses akan semakin memperlambat kinerja aplikasi (throughput). Padahal untuk menerapkan e-business, banyak sekali rangkaian proses yang harus menghubungkan antara bagian backoffice perusahaan dengan para pelanggan secara langsung. Masalah reliabilitas timbul karena sebuah data atau informasi harus melalui begitu banyak titik aplikasi (termasuk modul interface) yang bekerja berdasarkan mekanisme IPO (Input-Proses-Output). Distorsi terhadap data maupun informasi sangat besar potensinya terjadi di masing-masing titik aplikasi yang ada. Untuk mengatasi permasalahan ini ditawarkanlah sebuah konsep arsitektur baru yang merubah prinsip sekuensial ke dalam apa yang dinamakan sebagai prinsip sinkronisasi. Untuk meningkatkan reliabilitas data/informasi sambil meningkatkan kecepatan proses, diperlukan sebuah aplikasi besar yang akan mensinkronisasikan mekanisme IPO masing-masing unit dengan cara memusatkan data dan proses pada sebuah titik. Aplikasi berbasis ERP (Enterprise Resource Planning) merupakan salah satu contoh perangkat lunak yang dibangun untuk mengatasi permasalahan ini. Berbagai rangkaian proses (business processes) yang dibutuhkan perusahaan tidak lagi dipetakan berdasarkan fungsi-fungsi aplikasi yang ada pada masing-masing unit, tetapi dipetakan pada modul atau entiti yang ada dan 2 telah tersedia pada aplikasi ERP. Dilihat dari segi kecepatan, arsitektur semacam ini jelah lebih baik dibandingkan dengan sekuensial karena data/informasi yang dibutuhkan tidak harus berjalan melalui beberapa titik aplikasi melainkan langsung diambil dari sebuah titik. Konsep sinkronisasi juga menawarkan tingkat reliabilitas yang tinggi karena data/informasi yang dibutuhkan berasal dari satu sumber yang telah dikoordinasikan dengan data/informasi dari berbagai aplikasi di tiap-tiap unit (misalnya dengan menggunakan konsep replikasi, datawarehouse, buffer, dan lain sebagainya). Konsep sinkronisasi di atas cukup baik dipergunakan untuk keperluan internal perusahaan yang ingin mulai menerapkan konsep e-business sederhana. Sesuai dengan evolusi berikutnya dari pengembangan e-business, biasanya perusahaan akan berkembang dan ingin menghubungkan sistem internalnya dengan sistem aplikasi mitra-mitra bisnisnya. Secara natural yang biasanya terjadi pada situasi ini adalah dua pihak yang berkepentingan akan membuat modul aplikasi interface sebagai jalan keluarnya. Tentu saja fenomena sekuensial akan terjadi kembali di sini, hanya saja skalanya menjadi lebih besar (antar perusahaan, bukan antar unit di dalam perusahaan). Berdasarkan konsep supply chain management dan/atau deman chain management, terlihat jelas bahwa di dalam dunia maya, produk atau jasa harus melalui beberapa perusahaan dulu sebelum yang bersangkutan dapat sampai ke tanah konsumen (end users). Dengan kata lain, faktor kecepatan dan realibilitas kembali akan menjadi pertanyaan besar sejalan dengan banyaknya titik-titik perusahaan yang harus dilalui. Untuk memecahkan masalah ini, sebuah konsep sinkronisasi yang dinamakan sebagai “Metaprise Applications” diperkenalkan. Konsep arsitektur metaprise ini berpegang pada dibutuhkannya sebuah hub untuk melakukan sinkronisasi akan data dan proses yang terjadi pada masing-masing aplikasi perusahaan (enterprise application). Dewasa ini banyak sekali dapat ditemukan di dunia maya perusahaan-perusahaan yang menawarkan jasanya sebagai hub tersebut dengan mekanisme outsourcing. Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki brand product yang kuat biasanya mempercayakan distribusi produknya di dunia maya melalui perusahaan hub ini untuk jaminan kecepatan dan keamanan. Alasan lain adalah untuk mengurangi rumitnya atau kompleksnya sebuah perusahaan dalam membangun aplikasi jika yang bersangkutan ingin menghubungkan seluruh rangkaian proses dari hulu ke hilir. Disamping itu perusahaan tidak harus pula memikirkan permasalahan standarisasi data dan aplikasi maupun hal-hal lainnya (seperti sistem operasi, sistem database, dan lain-lain).